Biogas Energy Alternatif Untuk Masyarakat Desa

Oleh : La Ode Muhammad Rabiali

Beban subsidi BBM pemerintah sangat berat. Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto dalam harian INDOPOS (12 Desember 2012) menyebutkan pada tahun 2013 beban  subsidi energy sudah mencapai 274 triliun. Bahkan dalam pelaksanaannya beban subsidi diperkirakan meningkat sampai lebih dari 300 triliun.

Subsidi BBM yang terbesar dikenakan pada minyak tanah. Hal ini karena minyak tanah merupakan sarana bahan bakar bagi berbagai keperluan rumah tangga sampai pada industry. Data tahun 2011 per januari (Kementerian ESDM) menyebut bahwa subsidi minyak tanah berkisar Rp. 2.500 per liter dan menyedot hampir 50 % dari total subsidi BBM.

Kebutuhan minyak tanah sebagai salah satu elemen BBM memiliki kecenderungan yang terus meningkat, apalagi kondisi itu diimbangi dengan semakin naiknya harga minyak dunia. Masalah ini jika tidak teratasi akan semakin memperburuk kondisi ekonomi rakyat dan negara. Berbagai alternative penggunaan bahan bakar selain minyak telah dikeluarkan oleh pemerintah. Misalnya kebijakan untuk menkonversi penggunaan bahan bakar minyak tanah ke gas elpiji.

Namun banyak problema muncul pada kebijakan ini seperti minimnya pemahaman masyarakat hingga menyebabkan ledakan dan kebakaran. Fenomena ini tentu memberi  efek psikologi pada masyarakat khususnya penduduk desa yang kian takut menggunakan gas elpigi.

Sejauh ini memang masih belum ditemukan sumber energy yang benar–benar bisa menggantikan bahan bakar minyak khususnya minyak tanah sebagai bahan bakar kehidupan rumah tangga dan industri. Solusi satu-satunya sebagai alternative terbaik dalam menggantikan peran minyak tanah dalam kehidupan rumah tangga dan industry adalah energy biogas.

Teknologi ini merupakan salah satu teknologi tepat guna untuk mengolah limbah, baik limbah peternakan, pertanian, limbah industry dan rumah tangga untuk menghasilkan energy. Teknologi ini memanfaatkan mikro organisme yang tersedia di alam untuk merombak  dan mengolah berbagai limbah organik yang ditempatkan pada ruang kedap udara (anaerob).

Selanjutnya hasil pengolahan limbah tersebut dengan konsep hasil akhir menjadi produk berdaya guna sebagai bahan bakar gas (biogas) dan pupuk organik padat/cair bermutu tinggi (limbah keluaran digester). Dua jenis produk ini sangat membantu permasalahan bahan bakar (energi) dan kebutuhan pupuk organik. Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan limbah keluaran dari digester biogas secara rutin mampu meningkatkan produksi tanaman pertanian dan perkebunan secara berkesinambungan. Limbah biogas merupakan pupuk organik yang kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin dan lain-lain tidak dapat digantikan oleh pupuk kimia.

Biogas untuk skala rumah tangga biasanya memiliki komposisi sebagai berikut:

Jenis Gas Volume (%)
Metana (CH4) 50 – 60
Karbondioksida ((CO2) 30 – 40
O2, H2, H2S 1 – 2

Dalam skala besar, biogas dapat digunakan untuk pembangkit energy listrik. Untuk menghasilkan listrik 1 kwh dibutuhkan 0,62 – 1 mbiogas setara dengan 0,52 liter minyak solar. Sementara itu nilai kalori dari 1 m3 biogas setara dengan 0,6 – 0,8 liter minyak tanah. Karenanya  biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, liquefield Petrolum Gas (LPG), butane, batubara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil. Kesetaraan biogas dengan bahan lain dapat adalah sebagi berikut:

 Keterangan Bahan Bakar Lain
1 mbiogas Elpiji 0,46 kg
Minyak Tanah 0,62 liter
Minyak Solar 0,52 liter
Gas Kota 1,50 m3
Kayu Bakar 3,50 kg

Salah satu dari beberapa hal yang menarik pada teknologi biogas adalah kemampuannya untuk membentuk biogas dari limbah organik yang jumlahnya berlimpah dan tersedia secara bebas seperti kotoran sapi, babi ayam bahkan manusia. Potensi produksi gas dari beberapa kotoran hewan dan manusia adalah sebagai berikut:

  

Tipe Kotoran Hewan

Produksi Gas Perkotoran Hewan (M3)
Sapi 0,023   – 0,040
Babi 0,040 – 0,059
Peternakan Ayam 0,65 – 0,116
Manusia 0,20 – 0,028

Pembangunan Biogas di Indonesia memang belum menarik banyak pihak. Baru sedikit elemen masyarakat yang menggunakan biogas sebagai solusi pengganti bahan bakar  minyak khususnya minyak tanah. Padahal nilai keuntungan dari pengembangan biogas ini begitu luar biasa.

Pengalaman saya menfasilitasi pengembangan biogas sederhana melalui Green PNPM Projek tahun 2008-2012 merupakan satu nilai istimewa. Dimana dengan kapasitas 1200 liter digester (penampung kotoran ternak) terbuat dari drum plastik dengan menggunakan penampung gas berbahan plastik PE maka satu rumah tangga miskin desa sudah bisa berhemat minyak tanah. Belajar dari biogas yang telah dikembangkan di pulau Jawa dengan  rata-rata digester berkapasitas 7 m3 atau lebih biasanya intalasi gas yang dikembangkan tidak memakai tabung penampung tetapi instalasi saluran gas yang  dibangun dari digester langsung ke kompor gas.

Memanfaatkan Limbah Cair Biogas Sebagai Pupuk

Di desa Lahontohe Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna yang merupakan salah satu lokasi pembangunan biogas dalam Green PNPM Sultra,  limbah cair biogas dapat digunakan sebagai pengganti pupuk kimia (urea) dalam pengembangan kualitas dan kuantitas perkebunan. Pertanyaannya apakah limbah cair biogas itu langsung digunakan? tentunya tidak.

Limbah cair yang ada dikumpulkan dalam  sebuah drum yang kemudian dicampur dengan 800 ml EM 4,  ¼ kg gula pasir dan 1 kg daun hijau tumbuh–tumbuhan yang telah dicacah. Hal ini dilakukan untuk menfermentasi dan menghilangkan bau dari limbah cair. Setelah pencampuran dilakukan, limbah yang ada disimpan selama 14 hari untuk proses fermentasi. Pasca 14 hari setelah fermentasi limbah biogas itu dapat digunakan sebagai pupuk cair. Sebenarnya tanpa melakukan proses fermentasi limbah cair biogas sudah dapat digunakan sebagai pupuk namun untuk kenyamanan petani terhadap bau limbah maka fermentasi itu penting dilakukan.

Pupuk cair limbah biogas memiliki keunggulan dibanding dengan pupuk kimia (urea). Pertama, memperpanjang usia produksi tanaman. Awalnya dengan menggunakan pupuk urea, usia produksi tanaman dari hasil ujicoba pada tanaman gambas menunjukkan produksi gambas pada satu bidang lahan dengan luasan tertentu berkisar 2–3 bulan.

Dengan menggunakan pupuk cair limbah biogas usia produksi tanaman mencapai 5-6 bulan lamanya. Kedua, biasanya tanpa menggunakan pupuk cair, produksi gambas dalam satu bidang lahan hanya berkisar 40 sampai 50 biji dengan ukuran buah yang kecil,  namun ketika menggunakan pupuk cair, produksi gambas mencapai 80–90 biji dengan buah yang besar dan panjang mencapai 50 cm.

Ketiga, pupuk ini tidak memiliki over dosis pemakaian sebagaimana biasa yang terjadi pada penggunaan pupuk urea. Keempat, merangsang kesuburan tanah dimana tanah tandus, kritis dan tipis (miskin tanah) dapat menjadi subur, Kelima, penggunaan pupuk sangat praktis, tidak rumit yang hanya disiram pada pangkal tanaman.

Energy biogas jika dikembangkan tentu akan menjadi alternative solusi ditengah krisis BBM dan turunnya produktivitas pertanian yang melanda negeri ini. Karenanya energi ini penting hingga dapat dijadikan salah satu regulasi nasional. Mengapa tidak? Pertama, dibanding LPG, biogas lebih ekonomis dan mudah dijangkau oleh masyarakat kelas bawah khususnya masyarakat miskin desa, kedua, jika penampung gas bocor tidak akan terbakar atau meledak, Ketiga, bau gas tidak terlalu tajam dibanding LPG, Keempat, dengan kapasitas besar (digester) dapat digunakan untuk listrik, petromaks, menyalakan genset dan lain sebagainya, Kelima perawatannya sangat mudah. ***

_____________________________________

*Penulis adalah koordinator NGO Operation Wallacea Trust Sulawesi Tenggara

Related posts